Tuesday, September 15, 2009

BAGI BAGI ZAKAT

Masih inget nggak, tahun lalu puluhan nyawa melayang hanya karena beberapa lembar duit puluhan ribu atau bahkan ribuan, menjelang Iedul Fitri ketika orang bagi bagi zakat ?


Sebegitu murahkah harga nyawa seseorang?
Sedemikian miskinnyakah mayoritas kita sehingga rela berdesakan , menunggu, mengantri berjam jam dibawah terik matahari dan ditengah desakan ribuan orang dalam kepengapan?

Tidak ada cara lainkah untuk mendapatkan beberapa lembar ribuan atau untuk memberikan ribuan kepada orang lain?

Hanya dengan cara itukah orang bisa membagi bagikan uangnya ?

Manfaat apa yang didapat si pemberi ketika melihat orang menderita berdesakan bahkan mati bergelimpangan?

Perasaan apakah yang muncul dalam diri si pemberi ketika dia melihat orang berduyun duyun, mengantri kepanasan, tersengal kesesakan, menunggu, menunggu dan terus menunggu?
Perasaan apakah?????

Setiap bulan ramadhan, dimana orang seakan berlomba membersihkan harta perolehannya baik dengan zakat, infaq atau sedekah, selaluuuu saja muncul dua perasaan yang menonjol ketika melihat berbagai peristiwa yang berhubungan dengan zakat.

Pertama, perasaan kagum.
Duuuuuh, duit segambrengan gitu dapet dari kerja apaan yaaaa.
Segitu banyaknya ya zakatnya.
Pengeeeeen banget dapat rejeki yang berlimpahan supaya bisa lebih banyak berbagi, iya nggak ???

Kedua, ketika melihat peristiwa orang bagi bagi zakat secara langsung, dengan memberikan lembar demi lembar duit yang nggak seberapa kepada orang orang yang berduyun duyun datang , mengantri sejak pagi buta bahkan ada yang menginap, berdesakan dalam kepengapan dibawah terik matahari.

Duuuh...koq gini ya...koq metodenya begitu ya....
Apa nggak ada cara lain untuk menyalurkan zakat yang lebih bermanfaat dan lebih manusiawi?
Apa nggak tersirat perasaan "riya" didalamnya ketika diliput, disorot, diberitakan?
Astaghfirullahaladziim....
Mudah mudahana nggak suudzon akh...

Kalau nggak salah, dari liputan di TV, didaerah Menteng Jakarta Pusat, setiap tahun ada pemberi zakat yang rutin membagikan lembar demi lembar duit secara langsung.

Maka orang selalu menunggu, datang dari pelosok seputar Jakarta, Parung, sSwangan, Bekasi, Bogor, Serang, wah.....jauh jauh sengaja mengantri hanya untuk mendapatkan beberapa lembar duit.

Sebegitu parahkah kemiskinan kita sehingga rela jauh jauh datang, bahkan tidur semalaman diemperan, ngantri, dan kayaknya malah jadi nggak puasa tuh, hanya demi moment menerima duit.

Sekali lagi, apakah bener mengorbankan berbagai hal hanya untuk menerima?.

Koq ya seperti sudah membudaya, seneeeeng banget kalau jadi penerima , yang tangannya dibawah.

Coba deh perhatikan mayoritas penduduk.
Pokoknya kalau denger ada yang mau memberi, membagi, entah itu duit, sembako, atau apaaaaa aja, pasti diburu, ditunggu, diserbu.

Sudah sering kita lihat orang berdesakan untuk mendapatkan 2 kg beras, orang berpanasan mengantri BLT, orang berpeluh berpengap menunggu zakat.
Duuuuhhh...

Kalau lihat yang miskin banget sih mungkin memang mereka butuh banget, tapi coba deh lihat antrian.
Menggendong anak yang beranting anting dan berkalung emas, si ibu bergelang berpakaian necis.
Bahkan nunggu BLT ada yang ber SMS ria....siiiggghhhh
Kenapa pula harus ikut berdesakan memburu pembagian??

Disisi lain, bagi sang pemberi.
Koq nggak pernah menemukan cara lain ya untuk memberi?
Datangin langsung keq dari rumah kerumah?
Kan katanya banyak duit, bayar aja orang untuk membagi duit atau sembako atau apa aja.
Datangi kampung kampung kantung kemiskinan.

Kalau soal zakat, naaaah ini.
Suka gemessss banget lihat peran Badan Amil Zakat Infaq dan Sadaqah.
Koq ya udah puluhan tahun orang teteeeeep aja kesulitan mencari jalan pembayaran zakat yang terbaik

Akhir akhir ini ada sih Pengelola Zakat bukan pemerintah yang bahkan gencar tampil di TV
Tapi, peran Badan Amil Zakat pemerintah bagaimana pula kabarnya ya ?
Bagaimana cara orang membayar zakat, kemana saja disalurkannya, koq ya sepi sepi aja, nggak ada berita apapun.
Apa nggak bisa lebih aktif mendekat ke pembayar zakat?
Buka kantor di tempat tempat tertentu, misalnya dikantor kantor atau di supermarket, Mall dll?
Atau aktif menginformasikan no rekeningnya seperti pengelola zakat non pemerintah lainnya?


Seharusnya, orang nggak kesulitan untuk berbagi.
Dipermudah akses untuk memberi.
Seharusnya sudah ada sistem otomatis yang memotong zakat dari penghasilan seseorang.
Dan terlaporkan dengan gamblang, berapa duit terkumpul dan disalurkan kemana saja.

Sepertinya, sistem potongan zakat secara otomatis memang sudah ada di berbagai bank syariah ya.
Pokoknya, otomatis dipotong zakat pada waktunya, iya nggak?

Coba kalau peran pemerintah lebih kuat daalam hal zakat ini.
Maka nggak akan ada lagi yang kehilangan nyawa gara gara berburu zakat.
Nggak akan ada lagi orang kebingungan menyalurkan zakat.
Nggak akan ada lagi ketidakadilan bagi si miskin yang nggak pernah dapet santunan atau yang nggak tersentuh bantuan.
Nggak akan ada lagi yang minta minta sumbangan dijalanan baik itu untuk pembangunan masjid atau untuk yatim piatu atau pesantren.
Iya nggak ?

Potensi zakat penduduk Indonesia, sungguh luar biasa.
Triliunan ? Pasti
Kayaknya, kalau pengelolaan ZIS itu sungguh sungguh, maka keadilan, pemerataan, kesejahteraan rakyat juga akan mudah terwujud.

Sungguh sayang, potensi zakat ini menguap dari tahun ketahun, entah kemana
Duit triliunan seakan tak berwujud, tak berbekas, tak berefek.
Orang teteeeep aja miskin dan bodoh, kelaparan, kepanasan.

Sok atuh para blogger, coba bikin formula terbaik buat BAZIS, biar lebih efektif efisien.
Sehingga, meminjam istilah di tulisan kompas pada suatu ketika, zakat itu tidak akan menjadi petaka bagi si miskin, melainkan menjadi anugrah

Salam

No comments: