Saturday, April 21, 2007

VIRGINIA TECH

Lagi, dan lagi, dan lagi.
Dunia tercengang, menyaksikan aksi kebrutalan seorang mahasiwa membantai kawan sekampusnya....
Astaghfirullahaladziim....

Tetapi, lagi dan lagi dan lagi....
Kita cuma bisa bengong, terpaku, terdiam, sedih.
Bahkan ada yang marah, mengecam aksi brutal si Cho terhadap mereka yang benar benar tidak bersalah, bahkan tidak kenal sama si pelaku.

Sudah berapa kejadian yang kita alami.
Sudah berapa momen yang kita tahu.
Sudah berapa jiwa yang melayang akibat tingkah diluar kontrol kesadaran seorang manusia ?

Lantas, apa kontribusi kita selanjutnya, agar tidak terulang kembali kejadian semacam atau semodel Virginia Tech dimasa yang akan datang ?

Manusia, adalah mahluk super pintar, sekaligus bebal.
Momen momen kejadian seperti Virginia Tech kan sudah banyak terjadi.
Juga dalam bentuk yang berbeda.
Dan akan selalu terjadi, jika kita, yang merasa menjadi manusia, tetap bebal, tetap nggak ngngngeuh terhadap lingkungan sekitar....
Iya nggak ?

Coba kita diam sesaat, merenung, introspeksi, adakah diseputar kita yang menunjukkan gejala gejala "beban berat kejiwaan" ? ...
Wuuuuuiiiih, ternyata banyak banget bukan ?
Jangan jangan kita malah salah satu diantaranya.....
Amit amit, jangan sampai deh......

Lantas, apa peran kita, sebagai manusia yang katanya mahluk paling sempurna, untuk sekedar "mencegah" jangan sampai ada kasus semacam Virginia Tech lainnya ?

Meletusnya beban kejiwaan, beban mental seseorang kan cuma tinggal nunggu waktu dan tempat saja.

Setiap orang, kan sama saja punya daya tampung terbatas menanggung beban jiwa. Ibaratnya, setiap orang punya kemampuan menampung beban mental, beban kejiwaan, beban persoalan, cuma segelas saja, tidak lebih dan tidak kurang.
Maka ketika gelas itu penuh, masalah sepele saja bisa mencetuskan peristiwa dahsyat.

Banyak berita tentang penusukan yang diakibatkan penolakan permintaan sebatang rokok, atau selembar ribuan.
Orang dengan serta merta mengangkat badik atau golok atau menumpahkan air keras hanya gara gara sebatang rokok ?
Atau hanya akibat kata " nanti" ??

Jangan anggap remeh masalah kejiwaan atau beban mental.
Setiap orang hanya punya, sekali lagi hanya punya kemampuan menampung segala beban atau derita atau kekecewaan "satu gelas " saja.
Dan ketika daya tampung sudah penuh, sudah maksimal, maka hanya tinggal menunggu saat ada beban selanjutnya saja, sekecil apapun untuk.....duarrrrrrrr, untuk tumpah, untuk luberrrr, dan menjadikannya peristiwa yang diluar dugaan.

Kita terbengong bengong mendengar berita seorang ibu alumni ITB membekap wajah ketiga anak tercintanya sampai mati.
Kita terhenyak mendengar seorang suami menyiramkan air keras kewajah istrinya hanya gara gara kata "nanti" untuk permintaan secangkir kopi.
Kita shock berat mendengar figur pendiam, teladan, menusukkan badik hanya karena permintaan sebatang rokoknya ditolak.

Kita terhenyak, kaget, shock, tapi mengertikah kita ?
Pahamkah kita ?
Bahwa dalam setiap kejadian yang dilatarbelakangi kejiwaan, masalah mental, jangan jangan kitapun ikut andil didalamnya.

Kita gampang menuding, mencibir, menyalahkan pelaku aksi aksi yang diluar kenormalan sikap masyarakat.
Tapi, apakah kita pernah melakukan satu perbuatan sekecil apapun untuk turut mencegah, jangan sampai orang membludak "isi gelasnya" ?

Jangan jangan, malah kita ikut turut berperan mengisi penuh atau meluberkan isi gelas mereka bukan ?
Astaghfirullahaladziim......

Benar, bahwa mereka salah berlaku sadis atau brutal.
Tapi kan yang salah bukan hanya mereka saja bukan ?
Orang orang sekitarnya yang nggak ngngngeuh bahwa sebelum "duarrrrr" mereka bersikap "lain", apakah menjadi pendiam, pemurung, mengurung diri, pemarah, judes, jutek, pemalas, nyebelin, dll, dll..........
Kan seharusnya sudah waspada atau yang terbaik bahkan mencegah kejadian yang amat sangat mencengangkan.

Bagaimana caranya ?.....
Yang terbaik, menurut si mamah, adalah kita pribadi berlaku sebaik baiknya. Teposeliro ditingkatkan, jangan neko neko.
Jangan nyakitin perasaan orang, baik dengan kata atau perbuatan atau perbedaan yang menyolok, pokoknya menjaga sikap lah.
Hal lain, kita mesti tajam mengamati, melihat dengan nurani, apakah diseputar kita ada saudara, tetangga, teman kerja, sejawat yang tampaknya sedang "aneh'...
Murung, bete, uring uringan, ketus, jutek..
Pokoknya wajahnya nggak enak dipandang deh.
Kelakuannya juga lagi amit amit banget, kata katanya menusuk tajam nggak enak didenger.
.
Lalu, kita ngapain kalau tahu atau ketemu yang begitu ?
Paling tidak, kita berusaha memberikan energi yang baik lah.....
Minimum nggak pasang wajah jutek pula, senyum dikit emang susah ya... Hihihi...jangan jangan malah kita yang jutek, yang gelasnya nyaris penuh....heuheuheu

Yang terbaik, kalau memungkinkan ya berikanlah touching, loving, dan mencoba menjadi pendengar yang baik, itu aja sudah lebih dari cukup koq.

Banyak kejadian yang memiriskan, ternyata kita juga ikut andil didalamnya.....
Kita nggak ngngngeuh, temen kita lagi suntuuuuk banget.
Kita nggak nyadar, diseputar kita lagi ada yang butuh temen buat curhat.
Kita nggak peka, ada orang yang lagi butuh uluran kecintaan, kehangatan, sentuhan, pelukan, pikiran atau bantuan materi.
Kita terlalu sibuk dengan diri kita sendiri.

Jangan jangan, suatu ketika, diseputar kita juga ada kejadian yang menggemparkan, akibat lalainya kita terhadap lingkungan.
Iiiiih, amit amit jabang bayi deh, jauh jauh dari kita deh.

Gustiiiiii.....
Ingatkan si mamah dan kita semua untuk selalu bisa mengerti, merasakan dan , membantu siapapun diseputar kita.
Jadikan kami menjadi insan yang menyenangkan, yang penuh energi positif dan bisa mengurangi bahkan menghilangkan beban perasaan, beban kejiwaan, beban mental mahluk mahluk lain diseputar kami.
Kabulkanlah permohonan si mamah ini ya Allah Yang Rahman dan Rahim, amin.

4 comments:

Anonymous said...

sepakat, Mah!
4 taun tinggal di negaranya kasus V tech, jadi sangat memaklumi apa yang dilakukan si cho.
rasa2nya orang2 di sini lebih tidak peduli orang lain daripada di indonesia.
'beda' sedikit, dihindari.
kalau orangnya model cho yang suka menyendiri, semakin terpuruk aja, karena hampir tidak akan ada yang mendekati kalau kita gak berusaha mendekati orang lain-itupun dengan usaha super keras.
walaupun kesannya 'mau tau urusan orang', jangan sampai peduli orang lain itu hilang di negara kita.

Anonymous said...

saya juga setuju mah... :)

NiLA Obsidian said...

leres pisan Mah.....
selalu...lagi dan lagi....
mulailah dari diri sendiri.....

selalu berserah diri pada Nya....
lebih peka terhadap perasaan orang lain dan lingkungan.....

harusnya....kita teh kasian ya sama org2 yg depresi seperti itu....tanpa ada penyaluran....

leres pisang @neng Ndew.....
ga mudah hidup di negara org yg individualistis.....

angin-berbisik said...

entah kenapa, membaca tulisannya mamah yg ini kok jadi berkaca2....hmm