Tuesday, March 09, 2010

PEMBENTUKAN KARAKTER

Nyaris semua sepakat, penyebab utama ketertinggalan kita dari negara lain, bahkan dari negara tetangga sekalipun, ialah karakter bangsa kita sendiri.

Pembanguna tersendat, keadilan terpinggirkan, kesejahteraan lambat mendekat, kemuliaan sebagai bangsa tangguh mandiri yang bermartabat semakin sulit terjangkau.

Yang tampak keseharian adalah keberingasan, tawuran, adu mulut bahkan adu fisik, berebut tahta dan kekuasaan, dll, dlsb.

Bagaimana mungkin, bangsa yang dulu terkenal ramah tamah, sopan santun, beretika penuh unggah ungguh, tiba tiba seperti mahluk beringas yang siap menerkam mahluk lainnya?
Apakah mayoritas rakyat berwatak seperti yang dipertontonkan media elektronik sepanjang waktu?

Entah mengapa ya, media itu hobby banget menanyangkan demo, protes, tawuran, percekcokan , pertengkaran, adu mulut bahkan kekerasan fisik, dlsb.
Yang aneh sekaligus menggelikan, demo yang hanya dilakukan 10-20 orang saja diliput, seperti ratusan juta rakyat lainnya yang sedang sibuk bekerja nggak dianggap penting.

Karakter, yang konon terbentuk dari genetik, sifat yang diturunkan, kemudian dipoles oleh pendidikan keluarga, diwarnai oleh pendidikan lingkungan dan pendidikan di sekolah, adalah kunci utama segala pola pikir dan tindak tanduk mahluk.
Karakter, akan secara cepat tertampilkan, dalam keadaan yang membutuhkan reaksi spontan.
Karakter, akan kita lihat dengan mudah dari pola pikir dan perilaku keseharian.

Akhir akhir ini, banyak diantara kita yang terperangah, tercekat, apabila menyaksikan tayangan tayangan di media televisi.
Perangai kasar, wajah bengis penuh amarah, kata kata yang tidak pantas, ekspresi wajah yang garang dan bahasa tubuh lainnya yang mencerminkan karakter yang jauh banget dari sopan santun, ramah tamah, teposeliro penuh empati.

Mengapa sepertinya karakter bangsa kita kini, menjadi bangsa yang jauh dari lemah lembut, teposeliro, berbudi bahasa yang santun dan mempesona ?

Jelas, didalam lingkungan keluarag, kita juga mengetahui, banyak banget keluarga yang tidak harmonis, lingkungannya juga amburadul, bahkan pendidikan di sekolah juga tidak memadai.
Ditambah pula dengan tayangan yang sama sekali tidak mendidik, setiap hari, sepanjang waktu.
Komplit sudah, anak anak hanya mendapat contoh contoh yang memprihatinkan.

Sesungguhnya, disamping peran keluarga, lingkungan dan sekolah, media televisi memegang peran yang amat sangat penting dalam pembentukan karakter.
Banyak tayangan yang cuma sekedar tontonan, tanpa mengutamakan tuntunan.
Banyak tontonan kekerasan, saling mengumpat, perilaku kasar, tidak menghargai, bercampur baur dengan tayangan mistik.
Lengkap sudah energi negatif ditransfer kepada anak anak yang sedang tumbuh kembang.

Geregetan banget kalau kita ingat ingat.
Jaman channel televisi tak ada pilihan, justru banyak tontonan yang amat mendidik, memberi warna positif untuk pembentukan karakter.
Masih ingat kita dengan Drama keseharian didalam Kisah Keluarga Marlia Hardy.
Bagaimana masalah keseharian diselesaikan dengan manis, solusi jitu yang memberi manfaat kepada banyak pihak.

Masih terbayang asyiknya menonton tayangan Keluarga Cemara, Jendela Rumah Kita, Buku Harian dlsb.
Cerita yang mengisahkan kehidupan keseharian. masalah masalah yang timbul di keseharian, baik dilingkungan keluarga, tempat tinggal, tempat kerja, sekolah dll dlsb
Kisah yang membumi, merakyat, berdasarkan kisah kisah nyata dikehidupan keseharian kita, bukan cerita imajinasi, rekayasa atau karangan semata.

Kemanakah tayangan tayangan tersebut kini?
Adakah tayangan tayangan yang serupa dengan tontonan jaman dulu yang sangat bertanggung jawab dan memberi arti dalam pembentukan karakter?

Bandingkan dengan tayangan masa kini yang nyaris seragam di setiap saluran TV, kata kata kasar, perilaku kasar, toyor toyoraan, dorong dorongan, saling menyakiti, memperdaya , melecehkan dan "menganiaya" orang lain.

Apa yang diharapkan dari pertumbuhan dan perkembangan anak yang hidup kesehariannya banyak mendapat energi negatif.

Bukan hanya dirumah dilecehkan, tidak diperhatikan, tidak mendapat pujian bahkan tidak mendapat suri teladan perilaku yang baik, bahkan di sekolahpun, anak didik amat sangat terbebani.

Kurikulum yang berat dan bahkan tidak bisa dipahami mengapa harus belajar materi materi yang nggak ada hubungannya sama sekali dengan tujuan pendidikan itu sendiri. Tujuan pendidikan sejatinya kan memberi lahan yang baik untuk segala potensi.

Bayangkan, anak yang ingin jadi montir, jadi koki, jadi kasir, jadi pelayan, jadi tukang jahit, jadi pemandu wisata, jadi asisten perawat, harus melewati masa sekolah dan ujian yang mengutamakan matematika , kimia dll yang begitu berat.

Bayangkan, anak didik yang memilih sekolah kejuruan, tetap saja harus melalui ujian matematika yang nggak ada hubungannya sama sekali dengan profesi yang dipilihnya.
Kalau soal hitung hitungan tentang nilai jual beli, waktu dan jarak, timbangan dan ukuran, ilmu berhitung yang penting untuk keseharian, boleh lah.
Ini ?

Kurikulum yang berat, fasilitas sekolah yang tidak memadai, mutu guru yang kurang memfasilitasi perkembangan setiap bakat dan potensi, memperlengkap terbentuknya karakter yang jauh dari harapan.

Kita, ingin generasi selanjutnya adalah generasi tangguh mandiri yang bermartabat, sejahtera dalam keadilan, damai dalam kemakmuran.

Lha....peran apa yang kita tampilkan untuk berkontribusi dalam pembentukan karakter sebagai pilar utama, sendi penyangga dalam setiap proses kehidupan ?

Semoga banyak media elektronik tergugah dan menayangkan lebih banyak tontonan yang mendidik, yang menebar energi positif, energi kebaikan, energi yang menumbuhkan karakter jempolan.

Semoga, banyak diantara kita yang tergugah dan segera mengambil peran aktif untuk memberi tuntunan dan teladan kepada generasi generasi muda yang akan memegang peran dalam kehidupan di masa yang akan datang.

Pembentukan karakter, adalah tanggung jawab kita semua, bersama sama, dan tidak bisa ditunda tunda lagi.
Do it.....NOW !

3 comments:

Anonymous said...

Wah, selalu ternganga tak berdaya membaca tulisa mamah ani.. cocok untuk jadi anggota DPR Beneran :D


tamrin

Mamah Ani said...

Jadi anggota DPR?
Kalau psikotest, kayaknya aku paling nggak mungkin jadi anggota DPR...heheheheh
Mending gini aja deh, menulis...menulis..menulis...

Yanti Wyant said...

thumbs up buat tulisannya!!!
Hayu atuh kita membangun karakter sejati...one person at a time :)