Monday, September 28, 2009

GURU

Bukan dongeng atau ilusi, apalagi halusinasi, kalau sekarang ini dimana mana, kehidupan di seluruh pelosok negeri tercinta ini menjadi carut marut.

Motivasi merosot, disiplin bubar jalan,inovasi payah, kreasi apalagi,korupsi merajalela, ketangguhan-kemandirian-profesionalisme kayaknya cuma milik segelintir orang.
Yang punya wewenang mengatur menjadi kepayahan dan pusing tujuh keliling mengatur bagitu banyaknya manusia yang seenak udelnya menjalani kehidupan pribadi dan kehidupan sosialnya.

Apa pasal?
Dimana akar rumput masalahnya?

Tampaknya sih nggak jauh jauh dari hal pendidikan.
Pendidikan di berbagai jenjang pula.
Terutama pendidikan dasar dan pendidikan dalam keluarga.

Kan rumusnya sangat sederhana, kalau mau maju, tangguh mandiri, profesional dan bermartabat plus berani bersaing didunia nyata, ya harus menjalani tempaan hidup dan punya rambu rambu yang bagus didunia pendidikan.
Baik itu pendidikan dirumah, atau disekolah.

Ini?
Dengan kasat mata kita bisa dengan mudah melihat, bahwa pendidikan baik di keluarga atau di sekolah, amat sangat carut marut.
Orang berebut harta, tahta, duniawi semata kan karena berakar dari pola didik.

Sudah sangat umum,kita melihat dimana mana yang dinilai hanya kulit semata, duniawi semata.

Kamu ranking berapa?
Lha....ditanyain ranking melulu, jadinya anak anak punya patokan bahwa ranking itu penting banget,dinomor satukan.
Caranya mencapai ranking? Bagaimana prosesnya? Jadi nggak penting, begitu yang tertanam dalam otak dan jiwa si anak.
Maka, nggak heran anak anak menjadi jago nyontek, pembocor soal,pembeli soal ujian, dll, dlsb

Sekolah, diujung akhir tahun pendidikan,biasanya dengan bangga pula mengumumkan, jumlah kelulusan dan pencapaian nilai rata rata anak anak.
Sighhhhhhh.

Nggak ada sekolah yang melaporkan si anu berprestasi didunia kerja sana, si ini mendapat pujian didunia kerja sini, dll, dlsb.
Cuma itu yang dibanggakan, nilai, nilai dan nilai akhir dari berbagai mata ajar.

Makanya nggak heran, Ujian Nasional yang cuma 3 hari, bisa menjadi kebijakan "meluluskan" seorang siswa didik.
Pergualatan dan perjuangan si anak selama bertahun tahun, sepanjang hari dan sepanjang waktu, nggak ada artinya sama sekali.
Karakter , etika, dan budi pekerti siswa? Nggak masuk hitungan tuh.
Sighhhhhhh.

Sebetulnya, dimana sih pokok persoalan dunia pendidikan yang mengakibatkan "nilai tatanan sosial" menjadi carut marut?
Kalau kata si mamah sih, pertama, ya di peran orang tua dirumah.
Bagaimana orang tua mengisi anak anak dengan nilai nilai luhur, bagaimana orang tua memberi teladan hidup yang bermartabat, amat sangat menentukan karakter si anak.

Ini?
Orang tua sibuk mencari dunia, datang kerumah nggak ada touching dan loving, cuma gambreng dan menuntut ini itu.
Atau, si anak dijejali berbagai jadual, dipenuhi semua kebutuhan fasilitasnya, tanpa interaksi dua arah yang intens dan positif.
Atau, orang tua malah sibuk menjalankan hobby masing masing, kongkow kongkow dengan partner kerja lah, olah raga sendiri lah, arisan lah, bahkan sibuk pengajian kesana sinii sehingga anak anak terabaikan.
Tak jarang, orang tua sibuk berantem dan jalan sendiri sendiri dengan menihilkan keberadaan anak yang amat butuh perhatian dan bimbingan.
Atau, orang tua malah "sibuk" berpoligami...hahahahahaha...
Ngurus satu keluarga aja nggak becus, nggak punya waktu dan materi cukup buat satu keluarga...hayooooh bikin keluarga baru.
Halah...........

Bener kan ?
Banyak orang tua yang nggak siap atau bahkan nggak mengerti betapa besarnya peran orang tua dalam pola asuh ?
Banyak orang tua yang nggak paham betapa dahsyatnya pertanggung jawaban kelak kepada Sang Khalik atas amanah yang dititipkannya?

Di sisi lain, peran guru di sekolah sejak pendidikan dasar banget amat sangat menentukan "karakter" anak didik.
Jarang banget, guru, pendidik yang punya jiwa GURU, kudu digugu dan ditiru.
Hahahahahaha...boro boro digugu apalagi ditiru.
Banyak guru malah dilecehkan, diomongin, tertolak secara sembunyi sembunyi, boro boro ditiru.

Apa pasal?
Ya, karena gurunya sendiri nggak total all out menampilkan seluruh jiwa pendidiknya.
Bukan rahasia, yang masuk dunia pendidikan malah mereka yang datang dari lingkungan yang nggak dapet kepuasan batin sebagai "anak didik". Baik anak didik disekolah atau "dirumah".
Mereka sendiri butuh energi positif koq, malah disuruh bagi bagi energi...bagaimana bisa ?

Banyak yang gamang menjadi panutan, kaku dan ragu dalam membimbing anak anak yang haus keteladanan dan butuh energi.
Banyak anak anak yang "kacau" dirumah dan membutuhkan energi positif didunia pendidikan formal, juga nggak menemukannya dari sosok seorang pendidik.
Banyak anak anak yang butuh touching dan loving yang tidak mereka dapatkan dirumah, sementara "GURU" nya juga masih butuh touching dan loving....heheheheheheh.
Banyak anak didik yang malahan ditanganin dengan kasar, tangan besi atau kata kata menihilkan, melemahkan dan menyudutkan.
Jarang banget ada guru yang turut membentuk karakter jempolan, padahal banyak anak didik yang "bisa dibentuk" menjadi insan yang berkarakter yahud, profesioanal, tangguh mandiri dan bermartabat, iya nggak ?
Banyak banget guru yang bukan saja nggak mau atau nggak mampu "membangun karakter anak didik", bahkan menguasai materi ajarpun kacau balau.
Menyedihkan.

Banyak banget guru alias pendidik yang kata orang sunda mah sahaok kadua gaplok. Mendidik dengan keras, tangan besi, hanya sekedar melampiaskan kegundahan jiwanya atau menutupi kekurangannya.
Duhhhh...kasihan banget anak anak ya.
Dirumah kacau balau, di sekolah boro boro adem ayem, sementara tuntutan harus ini itu membebani seluruh jiwanya.

Anak, sebagai mahluk yang lemah diantara para dewasa , kerap menjadi objek pelampiasan amarah dirumah dan disekolah.
Digambrenginlah, disentillah, disintreuklah, dijewerlah, dicubitlah, bahkan nggak jarang ada pula yang ditampar, ditonjok, digebuk, digampar bahkan ditendang......
Duuhhhhhh.

Pengeeeeen banget si mamah punya sekolahan yang bisa bikin anak anak "hidup" dengan ceria, riang gembira, bebas jiwanya, mengekspresikan segala kegundahannya, agar mereka bisa full energi untuk manfaat.
Kalau mereka nggak mendapatkan energi positif dirumah, paling nggak ada penyeimbang di sekolah yang bisa menutupi energi negatifnya.
Banyak koq anak anak yang bisa full energi untuk manfaat, asal dipoles dikiiiiiiit aja.
Banyak koq anak anak yang bisa tangguh mandiri, profesional dan berkarakter hebring, asal "ditouching" seoleeees aja.

Punyakah kita kepedulian buat membangun bangsa yang bermartabat?
Adakah waktu dan atensi kita untuk sebentaaaar aja menoleh kepada anak anak yang membutuhkan "peran " kita sebagai pendidik sejati?
Mau dan mampukah kita berkontribusi positif untuk membangun bangsa, dimulai dari peran kita sebagai pendidik dirumah dan sebagai "GURU, yang digugu dan ditiru" di sekolah ?

Kayaknya.....banyak tuh yang mau dan mampu.
Cuma kudu diingetin doang terus menerus, bahwa kita, sebagai orang tua dan sebagai pendidik punya tanggung jawab yang besar kepada Allah swt untuk senantiasa berkhidmat kepada semua mahlukNya, apalagi kepada seorang yang namanya manusia.

Mentri Pendidikan boleh saja berganti, sistem pendidikan bisa saja diubah ubah, tapi jiwa pendidik,jiwa "GURU" yang punya makna dalam harus digugu dan ditiru, siapa yang bisa membolak balik? Jiwa GURU, siapa yang bisa mengatur, mengacaukan atau menihilkan ?
GURU sejati , dalam situasi dan kondisi apapun akan tetap berdiri kokoh, gagah perkasa, berdiri terdepan membimbing anak anak yang butuh keteladanan, iya nggak?

Mudah mudahan kita semua bisa senantiasa berbagi energi positif, bukan saling melempar energi negatif, agar generasi selanjutnya bisa gagah tangguh mandiri, profesional dan menggapai status bangsa yang gemilang penuh martabat, amin.

Salam

No comments: